Kita banyak sudah mengetahui bahwa Riba merupakan sesuatu yang diharamkan dalam semua ajaran. Artinya Riba sendiri dalam agama Islam adalah mengambil kelebihan atas pinjaman. Lantas, kenapa sih Riba itu dilarang?

Pada artikel Ramadhan kali ini, admin akan jelaskan mengapa Riba itu dilarang, apa dampak dari Riba, dan apa solusinya.

Definisi atau Artinya Riba

Riba adalah istilah dalam bahasa Arab yang secara harfiah berarti “bertambah” atau “bertumbuh”. Secara lebih khusus, riba dalam konteks ekonomi dan keuangan adalah suatu bentuk transaksi yang melibatkan tambahan atau keuntungan yang diperoleh oleh pihak yang meminjamkan uang atau modal, tanpa memberikan nilai tambah atau kontribusi yang sebanding.

Dalam Islam, riba dianggap sebagai praktik yang dilarang keras, baik dalam bentuk riba konvensional maupun riba modern.

Praktik riba dikategorikan sebagai dosa besar dan termasuk dalam kategori kejahatan ekonomi karena melanggar prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan.

Larangan Praktik Riba di dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Quran, riba didefinisikan sebagai “keuntungan berlebihan yang tidak bermanfaat” (QS. Al-Baqarah [2]: 275) atau “penambahan yang diberikan pada pokok pinjaman” (QS. Al-Rum [30]: 39).

Dalam kitab injil pun juga ada larangannya pada Kitab Imamat 35:7. Demikian pada ajaran Yahudi, seluruh ajaran telah melarang praktik Riba.

Oleh karena itu, praktik riba dianggap merugikan pihak yang meminjam uang. Ini karena mereka harus membayar lebih dari jumlah pinjaman awal, tanpa mendapatkan nilai tambah yang sebanding.

Sebagai contoh, jika Anda membeli kendaraan bermotor dengan sistem Riba, maka selain bunga yang dikenakan, nilai penurunan aset juga terjadi.

Terkadang, bunga pinjaman bahkan menjadi lebih tinggi dari pokok pinjaman dengan skema-skema tertentu. Pada akhirnya, hal semacam ini hanyalah menjadi suatu bentuk penjajahan yang baru.

Lantas, apa sih dampaknya dari Riba? bukankah tidak ada yang memaksa dalam hal ini?

Untuk lebih memahami apa artinya riba, mari kita pelajari apa saja dampak dari riba.

Dampak dari Riba

Jika kita berpikir pendek memang sepertinya tidak ada yang dipaksa dalam praktik Riba. Peminjam datang ke kantor pemberi pinjaman tanpa paksaan.

Akan tetapi secara jangka panjang, Riba terbukti menyebabkan beberapa masalah serius. Sebab, dalam hukum uang .. uang itu harus berputar.

Seperti pada darah di tubuh kita, jika peredearannya tidak lancar dan banyak tertahan di suatu tempat maka suatu saat dapat menyebabkan masalah serius pada tubuh kita bukan?

Begitulah dampak dari Riba, sangat berbahaya.

Selebihnya, dampak dari Riba dapat kita lihat pada film kartun “Labiryn of Magic” Episode 11 yang dapat menambah wawasan kita dalam memahami apa artinya Riba dan apa dampaknya.

 

Berikut beberapa dampak dari Riba:

Melanggar Prinsip Keadilan

Riba dianggap melanggar prinsip keadilan dalam Islam karena pemberi pinjaman (kreditur) mendapatkan keuntungan yang lebih besar tanpa memberikan kontribusi atau risiko yang sama dengan penerima pinjaman (debitur).

Menciptakan Kesenjangan Sosial

Praktik riba dapat menciptakan kesenjangan sosial di antara orang-orang yang kaya dan yang miskin, karena orang yang kaya lebih mampu memanfaatkan riba untuk menghasilkan lebih banyak kekayaan, sedangkan orang yang miskin dapat terjebak dalam siklus hutang yang sulit diatasi.

Menyebabkan Ketidakstabilan Ekonomi

Riba juga dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi karena pemberian pinjaman berbasis bunga cenderung memicu terjadinya spekulasi dan hutang yang berlebihan, yang dapat mengarah pada krisis ekonomi.

Bertentangan dengan Nilai-nilai Moral

Praktik riba dianggap bertentangan dengan nilai-nilai moral dalam Islam, seperti kejujuran, kesederhanaan, dan keadilan.

Dalam Islam, dilarang tidak hanya melakukan riba, tetapi juga terlibat dalam transaksi yang melibatkan riba. Sebagai gantinya, Islam mendorong orang untuk melakukan transaksi yang berdasarkan prinsip musyawarah dan kerja sama, seperti perdagangan dan investasi yang halal dan adil.

Tidak Sesuai dengan Nilai-nilai Pancasila

Seperti kita ketahui, praktik Riba tidak hanya dilarang dalam ajaran Islam tapi di seluruh ajaran yang ada sejak dahulu sudah merlarang praktik Riba. Oleh karena itu, Riba tidak sesuai dengan Sila Ke-1 dari Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Maksudnya, kita masyarakat sebagai mahluk beragama seharusnya mematuhi perintah Agama.

Selain itu, Riba juga tidak memenuhi Sila ke-5 Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia”. Kenapa? karena memang tidak adil jika petani, nelayan, dan buruh yang bekerja persa keringat mendapat hasil yang lebih sedikit dari para pekerja di bidang peminjaman uang dengan sistem berbunga.

Lantas apa solusinya?

Secara individu kita bisa hentikan keinginan untuk memiliki sesuatu yang kita tidak mampu. Misal, jika kita perlu rumah, alih-alih membeli rumah dengan sistem pinjaman KPR berbunga, lebih baik kita mengontrak rumah terlebih dahulu sembari mengumpulkan dana untuk membeli rumah.

Secara institusi, kita dapat mendirikan koperasi yang dapat mengtasai masalah pinjam meminjam dengan sistem berbunga. Akan tetapi, sayangnya hal seperti ini justru menjadi bancakan para oknum penipu.

Koperasi merupakan salah satu solusi yang dapat menggantikan sistem keuangan perbankan. Sistem koperasi lebih demokratis, karena pemiliknya bukan hanya beberapa orang, tapi semua anggota.

Akan tetapi, untuk menggantikan sistem keuangan ribawi yang menguntungkan para kapitalis dan menciptakan oligarki bertopeng demokrasi, tidak bisa hanya dengan Koperasi saja.

Untungnya, sekarang ini sudah ada teknologi Blockchain.

Menggunakan Teknologi Blockchain untuk Gantikan Sistem Keuangan Ribawi

Selagi Bank Sentral tidak menggunakan teknologi blockchain, maka judul Bank Syariah apapun tetap saja masih belum terhindar dari prakti Riba.

Oleh karena itu, sebaiknya bank sentral mulai menggunakan teknologi blockchain untuk meregulasi sistem keuangan.

Bank sentral dapat menggunakan hyper-ledger untuk pencatatan transaksi keuangan. Ini dapat menghemat waktu dan biaya.

Selain itu, sistem kliring juga dapat kita hilangkan dengan menggunakan teknologi blockchain. Contohnya pada transaksi mata uang kripto (USDT, IDRT, dan sebagainya).

Dengan tokenisasi, biaya kliring sudah tidak perlu lagi. Ini artinya biaya remittance (pengiriman uang dari luar negeri) dapat terbebas dari biaya.

Kesimpulan

Arti Riba adalah mengambil tambahan pada sebuah transaksi pinjaman atau bunga hutang. Sistem ini telah mengakibatkan penggelembunan ekonomi. Beberapa bank, seperti Credit Suisse dan Silicon Valey Bank pun sudah mulai kolaps.

Riba melahirkan kapitalisme, yang kemudian melahirkan oligarki, dan akhirnya menghasilkan ketidak adilan.

Jika kita melihat kasus korupsi, itu pun sebetulnya awal muawal masalahnya adalah karena adanya sistem keuangan ribawi.

Ini bukan berarti bertransaksi menggunakan bank itu haram, tidak seperti itu. Dan ini artinya bank konvensional juga dapat mulai bertransformasi menjadi bank yang lebih adil.

Melibatkan teknologi Blockchain, sistem perbankan dapat menjadi lebih demokratis. Oleh karena itu, bagi rekan-rekan yang bekerja di Bank, perbanyaklah baca Asmaul Husna agar senantiasa mendapat petunjuk dan kekuatan untuk membuat perubahan yang dapat berikan dampak positif ke generasi penerus anak cucu kita.